Selasa, 24 Desember 2013

Apakah ini takdir atau aku yang salah melangkah?

Aku berasal dari keluarga yang sederhana. Orangtuaku memiliki empat orang anak perempuan semua dan aku adalah anak ke-3 mereka. Kakak pertamaku sudah menikah dan memilki satu orang anak. Namun kehidupan rumah tangganya masih bergantung pada ayahku. Sedangkan kakak ke-2 ku masih kuliah di sebuah perguruan tinggi di kota kami. Adikku tahun ini akan melanjutkan sekolah di SMA. Sementara aku? Aku adalah seorang siswi kelas 3 SMA. Aku sering berdiskusi dengan ayah mengenai masa depanku, mengenai jurusan apa yang seharusnya aku pilih kala aku masuk keperguruan tinggi kelak. Suatu ketika aku berbicara kepadanya. “yah, aku ingin sekali kuliah di jurusan kesehatan apalagi kedokteran, aku ingin menjadi dokter. Bagaimana menurut pendapat ayah? “. “Bagus sekali cita-citamu nak, tapi kamu tahukan? Kuliah dijurusan kedokteran itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sementara gaji yang ayah punya tak seberapa nak, tak cukup untuk membiayai kuliahmu.” Tutur ayah kepadaku. “kalau keperawatan gimana yah?” aku melanjutkan pertanyaan. “nak, memang biayanya lebih murah. Tapi gaji ayah juga tidak cukup, karena ayah juga harus membiayai kakakmu dan adikmu yang masih sekolah”. Usai mendengar jawaban ayah aku merasa tak lagi punya mimpi. Seluruh mimpi yang selama ini aku pupuk dalam seketika layu. Keesokan harinya saat aku menginjakkan kaki digerbang sekolah. Aku melihat banyak sekali orang-orang yang tersenyum bahkan beberapa orang dari mereka mengucapkan kata “selamat” kepadaku. Aku bingung, ada apa sebenarnya ini? Jawabannya aku dapatkan setelah setengah hari berada disekolah. Aku lulus.. aku mendapatkan beasiswa kuliah di lima perguruan tinggi terkemuka di Jawa. Saat itu juga aku kembali merajut mimpi, tersimpul dalam setiap rajutan doaku kepada Tuhan pengabul setiap doa. Diantara lima perguruan tinggi itu ada sebuah perguruan tinggi yang sangat aku idamkan dan berkat beasiswa yang aku dapatkan, maka aku berkesempatan mengikuti test untuk mendapatkan beasiswa kedokteran disana. Namun yang dipilih hanya satu orang dan aku bukanlah satu orang tersebut. Sekali lagi aku merasakan hampa yang melebihi hampanya putus cinta. Selanjutnya aku kembali memupuk mimpi di perguruan tinggi pilihan ke-2 ku. Aku memilih jurusan yang berhubungan dengan kesehatan juga. Tapi ayahku kembali menasehati, “ayah ingin sekali melihat kamu menjadi guru. Menjadi guru adalah pekerjaan mulia nak. Memberikan ilmu yang kita punya pada orang-orang yang membutuhkannya. Pahalanya terus mengalir walaupun kamu sudah tidak ada didunia ini lagi. Apalagi kamu adalah seorang perempuan.. yang nantinya akan menjadi seorang ibu, kalau kamu menjadi guru maka lebih banyak waktu yang kamu punya untuk keluargamu, pikirkan lagi keputusan mu nak..”. Kata-kata ayah merasuk kedalam otakku dan berhasil membuat aku berubah pikiran. Akhirnya aku memilih mengikuti test di perguruan tinggi khusus pendidikan. Aku memilih mengikuti nasehat ayah demi membahagiakan orangtuaku. Bukankah sudah seharusnya seorang anak membahagiakan orangtuanya?
Saat matahari berjalan ke barat dan tenggelam ketika malam datang menjelang.  Aku kembali melangkahkan kaki menuju sebuah kamar yang sudah satu tahun menjadi tempat aku bernaung. Sebuah ruangan yang hanya bisa menampung  satu orang saja  di dalamya, ditambah satu kasur, satu lemari, buku-buku kuliah serta peralatan-peralatan yang biasanya dibutuhkan oleh anak rantauan. Mungkin hanya kamar ini yang tahu tentang semua yang aku rasakan. Tentang apa yang aku impikan dan tentang apa yang selalu ada dalam setiap doaku. Jika boleh aku katakan, kala ini hidupku masih dibayang-bayangi dengan mimpi yang tak mampu aku raih, mimpi yang seharusnya sudah mampu aku buang jauh. Saat aku merasa lelah dengan apa yang aku jalani pikiranku seakan masuk dalam sebuah mesin waktu yang berjalan kembali ke masa satu tahun yang lalu. Apakah ini takdir yang engkau tuliskan untukku atau kah aku yang salah melangkah? Ya Allah, bantu aku membahagiakan kedua orang tuaku dengan pilihan ini dan diberikanlah aku  keikhlasan dalam menjalini hidu ini.

             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar